14 April 2009

Sosialisasi Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional



gernas0905.jpgMAKASSAR-Mulai tahun 2009 pemerintah akan melaksanakan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional di 9 provinsi dan di 40 kabupaten. Gerakan yang dilaksanakan sampai tahun 2011 ini bertujuan untuk mempercepat peningkatan produktivitas dan mutu kakao nasional dengan memberdayakan/melibatkan secara optimal seluruh potensi pemangku kepentingan (stakeholder) perkakoan nasional.

gernas0902.jpgIndonesia adalah negara produsen kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading, dengan luas areal 1.563.423 ha dan produksi 795.581 ton. Sungguhpun Indonesia dikenal sebagai negara produsen kakao terbesar di dunia, tapi produktivitas dan mutunya masih sangat rendah. Rata-rata produktivitasnya hanya 660 kg/ha, sedangkan Pantai Gading produktivitasnya sudah mencapai 1,5 ton/ha. Sehingga hal ini menyebabkan citra kakao Indonesia dinilai kurang baik di pasaran internasional. Rendahnya citra dan mutu kakao Indonesia tidak saja menimbulkan kerugian yang cukup besar di pasaran dunia terutama Amerika Serikat, tapi juga berdampak terhadap pendapatan petani dan produsen kakao. Potensi kerugian harga biji kakao Indonesia ke Amerika Serikat akibat mutu rendah sekitar US$ 301,5/ton. Jika ekspor biji kakao Indonesia ke Amerika rata-rata 130.000 ton/tahun, maka terdapat potensi kehilangan devisa sebesar US$ 39.195 juta/th atau setara dengan Rp 360,6 milyar/th.

gernas0903.jpgSementara itu, kerugian yang diakibatkan oleh rendahnya tingkat produktivitas sekitar Rp 3,96 triliyun/th. Tingkat produktivitas saat ini 660 kg/ha atau turun sekitar 40% dari produktivitas yang pernah dicapai yaitu sebesar 1.100 kg/ha/th. Hal ini berarti ada kehilangan hasil sebesar 198.000 ton/th atau setara dengan Rp 3,96 triliyun. Penyebab utama rendahnya produktivitas dan mutu adalah karena serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK) dan penyakit Vascular Streak Dieback (VSD). Pemerintah sebenarnya sudah berupaya pengendalikan PBK dan VSD, namun karena pelaksanaannya masih bersifat parsial, maka hasilnya belum optimal. Hama PBK dan VSD masih terus berkembang di sentra-sentra produksi kakao.

gernas0904.jpgAtas dasar itu, pemerintah mulai tahun 2009 sampai dengan 2011 akan melancarkan Gerkan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional. Pemerintah pusat, dalam hal ini Dep. Pertanian sangat serius melaksanakan gerakan ini. Kesungguhan pemerintah pusat untuk melaksanakan gerakan ini terlihat dari persiapan-persiapan dan anggaran yang disediakan. Pemerintah pusat dalam hal ini Ditjen Perkebunan bulan Desember tahun lalu telah selesai menyiapkan berbagai pedoman dan peraturan –peraturan tentang pelaksanaan gerakan. Pemerintah pusat tahun 2009 juga sudah mengalokasikan anggaran APBN senilai Rp 1 triliun. Demikian dijelaskan Dirjen Perkebunan Achmad Mangga Barani pada acara Sosialisasi Gerakan Peningkatan Produksi dan Whokshop kakao di Hotel Singgasana Makassar-Susel (9 /1). Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Gubernur Sulawesi Selatan, Komisi IV DPR RI, Sekmentan, Kepala Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan, Puslitkoka Jember dan stake holder kakao Sesulawesi Selatan.

Oleh sebab itu, untuk mensukseskan Gerakan ini agar mencapai sasaran, Dirjen Perkebunan mengharapkan dukungan dan kesungguhan Pemerintah Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten lokasi gerakan agar serius merealisasikan mempersiapkan dan merealisasikan anggaran APBDnya..

Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasim Limpo, pada acara tersebut menyatakan akan berupaya menganggarkan dana pendamping Rp. 135 miliar yang dibutuhkan pada 2009. Pendapatan devisa Sulsel terbesar bersumber dari nikel dan kakao. Total kebutuhan anggaran rehabilitas kakao Sulsel mencapai Rp. 960 miliar dan tahun ini menerima bantuan Rp. 310 miliar dari pemerintah melalui Ditjen Perkebunan, rehabilitas kakao di Sulawesi pada tahun 2009 ditargetkan seluas 20.900 ha, peremajaan 4.300 ha, intensifikasi 23.700 ha di 10 kabupaten se Sulsel, ‘tegas Gubernur.

Dirjen perkebunan mengatakan program Gerakan Peningkatan produksi dan mutu kakao selama 3 tahun (2009-2013) debngan total pembiayaan Rp. 13,7 triliun secara rinci seperti tabel berikut ini :

Tabel rekapitulasi pembiayaan gerakan selama 3 tahun (2009-2011) antara lain :

No.

Sumber Pembiayaan

Nilai

1.

Pemerintah Pusat (APBN)

Rp. 2.521.634,7 juta

2.

Pemerintah Provinsi (APBD I)

Rp. 257.594,5 juta

3.

Pemerintah Kabupaten/Kota (APBD II)

Rp. 786.482,2 juta

4.

Perbankan (Revitalisasi Perkebunan)

Rp. 6.716.289,3 juta

5.

Swasta (sosialisasi standar mutu)

Rp. 2.500 juta

6.

Petani (tenaga kerja)

Rp. 3.464.989,8 juta

Total pembiayaan

Rp. 13.749.490,5 juta

Dirjen mengharapkan dengan Gerakan tersebut akan diperoleh manfaat sebagai berikut :

1. Meningkatkan produktivitas kakao di lokasi gerakan dari rata-rata 650kg/ha/tahun pada tahun 2009 menjadi 1.500 kg/ha/tahun;

2. Meningkatkan produksi kakao di lokasi gerakan dari 297 ribu ton/tahun menjadi 675 ribu ton/tahun;

3. Meningkatkan pendapatan petani di lokasi gerakan dari Rp.22.600/ha/tahun pada tahun 2009 termasuk penghasilan dari jagung menjadi Rp. 30.000/ha/tahun pada tahun 2013;

4. Meningkatkan penerimaan devisa di lokasi gerakan dari US$ 494 juta pada tahun 2009 menjadi US$1.485 juta pada tahun 2013;

5. Meningkatkan mutu kakao sesuai SNI sebanyak 675 ribu ton/tahun pada tahun 2013;

6. Terpenuhinya kebutuhan bahan baku industry dalam negeri.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com