19 Oktober 2009

Lo-Loh, Jamu Tradisional Untuk Sapi


Lo-Loh, Jamu Tradisional Untuk Sapi

Sebagian orang mungkin akan merasa heran dengan adanya jamu tradisional untuk sapi. Pada umumnya yang dikenal orang adalah jamu untuk dikonsumsi oleh manusia, seperti jamu tolak angin dan berbagai jenis jamu lainnya dengan khasiat tertentu termasuk penambah nafsu makan. Sedangkan jamu untuk ternak oleh sebagian masyarakat Lombok dikenal dengan sebutan Lo-Loh. Jamu ini terbuat dari berbagai macam bahan rempah-rempah dan bumbu masakan yang biasa digunakan oleh para ibu rumah tangga sebagai penyedap rasa. Kemungkinan setiap wilayah memiliki ramuan jamu yang berbeda-beda tergantung pembuatnya.

Para pembuat jamu ini sebagian besar masih merahasiakan resepnya, karena mereka memproduksi dan kemudian menjual kepada para peternak. Jamu ini dipercaya memiliki khasiat untuk menambah nafsu makan ternak. Sementara ini lebih banyak diberikan pada ternak sapi yang digemukkan. Peternak menginginkan sapi-sapi yang dipeliharanya dapat cepat besar dalam waktu yang singkat agar mereka mendapatkan harga yang tinggi setelah dipelihara selama beberapa waktu.

Pada usaha penggemukan, sapi dipelihara untuk menghasilkan daging, dan hal ini ditentukan oleh peningkatan berat badan ternak selama kurun waktu tertentu. Pertambahan berat badan diketahui dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu genetis ternak dan lingkungan termasuk pakan yang diberikan (kuantitas maupun kualitasnya). Ternak sapi yang dipelihara peternak di NTB sebagian besar adalah bangsa sapi Bali, sebagian lainnya merupakan sapi potong unggul seperti Simental, Limousine dan Bangus (keturunan Brahman-Angus). Pada kondisi yang sama pertambahan berat badan harian (PBBH) sapi lokal (sapi Bali) lebih rendah dibandingkan sapi-sapi potong unggul.

Ternak dapat hidup dan berproduksi membutuhkan makanan yang cukup sesuai kebutuhannya. Kebutuhan pakan ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing/domba biasanya diperhitungkan berdasarkan berat badannya yaitu seberat 3% dari berat badan ternak dalam bentuk bahan kering (BK). Hal ini karena hijauan makanan ternak memiliki berat kering yang berbeda maka yang digunakan sebagai patokan perhitungan adalah dalam bentuk bahan kering. Pemberian jamu dimaksudkan agar nafsu makan ternak meningkat sehingga terjadi peningkatan PBBH. Jika ternak lekas gemuk, maka dapat lebih cepat dijual sehingga dapat memberikan keuntungan yang maksimal.

Di Desa Tebaban, Kecamatan Suralaga Kabupaten Lombok Timur, sedang dilaksanakan kegiatan untuk menguji pengaruh jamu tradisional terhadap pertambahan berat badan harian ternak sapi jantan yang digemukan. Kegiatan tersebut merupakan Pengkajian dan Pemberdayaan Potensi Sumberdaya Lokal 2009 yang dibiayai oleh Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI). Obyeknya adalah sapi Simental jantan berumur sekitar 1 tahun, dan sapi Bali dengan beberapa tingkatan umur. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengetahui jumlah konsumsi pakan pada ternak-ternak sapi yang diberikan jamu tradisional; 2) mengetahui efektifitas jamu tradisional terhadap peningkatan berat badan harian ternak sapi pada beberapa tingkatan umur dan bangsa ternak potong. Jamu diberikan seminggu sekali, sebanyak 10 butir/ekor. Untuk mengetahui efek jamu tersebut dilakukan penimbangan ternak secara berkala dan pengukuran jumlah pakan yang dikonsumsi per hari.

Kegiatan yang didanai dari Program P4MI pada BPTP NTB ini telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2009 dan pengamatan akan berakhir pada bulan September 2009. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efek jamu tradisional (lo-loh) pada penggemukan ternak sapi. Selama ini jamu semacam itu hanya diasumsikan dapat menambah nafsu makan ternak dan mempersingkat waktu penggemukan. Selanjutnya dari hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk penggunaan jamu tradisional pada usaha penggemukan ternak sapi khususnya.

Pengaturan Jarak Tanam Ubikayu dan Kacang Tanah untuk Meningkatkan Indeks Pertanaman di Lahan Kering Masam


Pengaturan Jarak Tanam Ubikayu dan Kacang Tanah untuk Meningkatkan Indeks Pertanaman di Lahan Kering

Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun meningkat sekitar 4,4%, sedangkan produksi kacang tanah hanya meningkat sebesar 2,5%. Peningkatkan produksi kacang tanah dapat dilakukan dengan meningkatan luas lahan maupun meningkatkan produksi. Luas tanam kacang tanah sejak tahun 1969 hingga tahun 2004 terus bertambah, dari sekitar 200.000 ha menjadi sekitar 837.000 ha, atau meningkat lebih dari 200%. Dari luas tanam tersebut, sekitar 60% kacang tanah ditanam di lahan kering. Hal ini menunjukkan bahwa lahan kering memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap produksi kacang tanah di tingkat nasional.

Luas lahan kering di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, mencapai 51.162 ha atau 92% dari total lahan pertanian di kabupaten tersebut. Tetapi, luas pertanaman kacang tanah hanya sekitar 3.326 ha dengan produktivitas 1,15 t/ha. Dengan demikian pengembangan kacang tanah di Banjarnegara dapat diarahkan ke lahan kering.

Pertumbuhan tanaman di lahan kering sangat dipengaruhi oleh keadaan curah hujan. Untuk menghindari resiko kegagalan panen, pemilihan waktu tanam dan varietas harus tepat. Apabila waktu tanam pada suatu lokasi pengembangan telah diketahui, maka langkah selanjutya adalah menyusun pola tanam. Dalam penyusunan pola tanam, selain aspek biofisik, pola tanam yang telah berkembang pada masyarakat setempat juga harus diperhatikan, sehingga pola tanam yang dikembangkan bukan merupakan sesuatu yang baru sama sekali tetapi merupakan pengembangan dari pola tanam yang telah ada.

Pola tanam di lahan tegal di wilayah Banjarnegara pada MH I adalah ubi kayu monokultur, tumpangsari antara ubikayu-jagung atau ubikayu-padi gogo atau ubikayu-kacang tanah dengan populasi masing-masing 100%. Dengan mengubah tata letak tanaman ubikayu menjadi baris ganda, maka memungkinkan kacang tanah ditanam kembali pada MH II di antara tanaman ubikayu baik setelah jagung, padi gogo atau kacang tanah pertama. Hal ini berarti akan terjadi penambahan luas pertanaman kacang tanah. Dengan menambah intensitas tanam berarti akan meningkatkan produksi dan sekaligus menambah pendapatan petani.

Penelitian di Banjarnegara dilakukan dengan menanam ubikayu dengan jarak tanam baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2 m dan (60 cm x 70 cm) x 2,6 m. Kacang tanah ditanam diantara baris ganda ubikayu. Pada saat tanam kacang tanah MH II, ubikayu sudah berumur tiga bulan. Pada sistem tanam baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2 m dan (60 cm x 70 cm) x 2,6 m populasi ubikayu masing-masing sekitar 105% dan 86% dibandingkan cara petani (monokultur) dengan jarak tanam 120 cm x 80 cm. Populasi kacang tanah pada kedua pola tersebut sekitar 70% dari populasi monokultur.

Dengan pola tanam seperti di atas maka indeks pertanaman yang semula hanya 200 berubah menjadi 256. Hal ini terjadi karena pada MT I, kacang tanah ditanam dengan populasi 100% dan ubikayu 86%, sedangkan pada MT II, kacang tanah ditanam dengan populasi 70%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan hasil kacang tanah yang ditanam di antara baris ganda ubikayu 2 m lebih jelek dibandingkan pada jarak 2,6 m, terutama disebabkan oleh tingkat naungan yang lebih tinggi. Hasil kacang tanah MH II pada sistem tanam ubikayu (60 cm x 70 cm) x 2 m berkisar antara 98 kg – 114 kg/ha polong kering, sedangkan pada sistem tanam ubikayu (60 cm x 70 cm) x 2,6 m berkisar antara 676 kg – 924 kg/ha polong kering (populasi kacang tanah 70%).

Hasil ubikayu pada sistem baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2 m (populasi ubikayu 105%) maupun (60 cm x 70 cm) x 2,6 m (populasi ubikayu 86%) lebih tinggi dibandingkan cara petani. Berat umbi pada sistem baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2 m adalah 3,74 kg/pohon atau 25,08% lebih tinggi dibandingkan cara petani (Gambar 3). Sedangkan hasil umbi dengan sistem baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2,6 m adalah 56,86% lebih tinggi dibandingkan cara tanam petani (Gambar 4). Pada sistem baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2,6 m meskipun populasi ubikayu hanya 86% dari cara petani akan tetapi umbi yang diperoleh 56,86% lebih tinggi sehingga kekurangan populasi ubikayu tersebut masih dapat dikompensasi dengan kenaikan hasil. Selain itu, menurut petani dengan cara tanam tersebut memudahkan perawatan ubikayu.

Sistem tumpangsari ubikayu dengan kacang tanah mempunyai beberapa keuntungan, yaitu: (1) Meningkatkan C-organik tanah, juga dapat memperbaiki sifat kimia tanah lainnya, (2) Tanaman kacang-kacangan dapat menyumbangkan sekitar 30 % N hasil dari proses fiksasi N kepada tanaman lainnya dalam sistem tumpangsari maupun rotasi. Tambahan dari residu akar tanaman legume sekitar 5-15 kg N/ha, (3) Menurunkan erosi sekitar 48% dan hasil umbi 20% lebih tinggi dibandingkan dengan hasil ubikayu monokultur, (4) Meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dan pendapatan petani, (5) Menjamin ketersediaan pakan ternak dan (6) Menjamin kelestarian lahan dan stabilitas hasil.

Di samping mempunyai beberapa keuntungan, sistem tumpangsari juga mempunyai kelemahan diantaranya adalah terjadinya kompetisi cahaya dan hara antara tanaman utama dan tanaman sela. Adanya kompetisi tersebut dapat menurunkan produktivitas tanaman utama dan tanaman sela. Dampak negatif dari pengaruh kompetisi tersebut dapat dikurangi dengan cara: (1) menyediakan hara sesuai kebutuhan tanaman utama dan tanaman sela, (2) menanam varietas yang daya kompetisinya tinggi, (3) mengatur populasi tanaman agar optimal, dan (4) memperpendek periode kompetisi. Periode kompetisi dapat diperpendek dengan mengatur jadwal tanam antara tanaman utama dan tanaman sela, hasil ubikayu dan kacang-kacangan mencapai 85% dan 90% dibanding tanam monokultur jika ubikayu ditanam pada 1 hingga 2 minggu setelah tanam kacang-kacangan.

Peresmian Pusat Informasi Agribisnis (PIA) Deptan untuk Mendorong Investasi di Bidang Pertanian

Sumber Berita : Sekretariat Jenderal


Jakarta, 7 Oktober 2009. Pada hari Senin, tanggal 5 Oktober 2009, Menteri Pertanian Dr. Ir. Anton Apriyantono, M.S. meresmikan penggunaan Gedung Pusat Informasi Agribisnis (PIA). Acara peresmian tersebut dihadiri oleh tidak kurang dari 250 orang hadirin yang mewakili berbagai kalangan, mulai dari para pemangku kepentingan pembangunan pertanian, wakil-wakil asosiasi, wakil-wakil kementerian dan lembaga negara, wakil dari LSM serta undangan lainnya.


Mengawali kata sambutannya, Menteri Pertanian menyampaikan rasa syukur kepada Allah SWT, dan berterimakasih kepada para pemangku kepentingan pertanian, terutama para petani yang telah berkontribusi terhadap kemajuan pertanian beberapa dekade terakhir ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada para Menteri Pertanian sebelumnya yang telah ikut meletakkan landasan kemajuan dan sangat membantu dalam capaian gemilang pertanian beberapa tahun terakhir ini.


Pada bagian lain sambutannya Menteri Pertanian mengatakan bahwa PIA dapat dipandang sebagai salah satu pintu masuk (entry point) bagi masyarakat pertanian maupun masyarakat secara umum untuk mengenal secara lebih mendalam “dunia pertanian”, sekaligus dapat menjadi sarana edukasi bagi dunia pendidikan, serta sarana hiburan dan rekreasi bagi masyarakat. Gedung PIA ini dharapkan dapat menjadi land-mark bagi kawasan perkantoran Departemen Pertanian, dan menjadi pemicu kreatifitas dan daya inovasi insan pertanian. Gedung PIA adalah gedung milik publik, dimana seluruh lapisan masyarakat dapat memanfaatkannya semaksimal mungkin.


Terdapat 3 (tiga) kegiatan utama yang diharapkan dapat berlangsung secara berkesinambungan di dalam gedung PIA ini, yaitu Pertama adalah kegiatan yang sifatnya pembelajaran (edukasi), yaitu dengan tersedianya informasi yang mendukung dalam mengedukasi masyarakat umum, khususnya di bidang pertanian, antara lain berupa perpustakaan digital, koleksi peraga di bidang pertanian, koleksi tanaman di area luar gedung (out door) dan beberapa program multimedia yang menggambarkan pelaksanaan kegiatan pembangunan pertanian. Kedua adalah kegiatan layanan informasi tentang pelaksanaan program pembangunan pertanian secara menyeluruh yang dikemas dalam bentuk semi detail sebagai penunjang pengembangan bisnis di bidang pertanian. Layanan informasi ini diharapkan mampu memberikan gambaran iklim investasi yang kondusif dan prospektif, sehingga dapat memberi semangat kepada pemangku kepentingan untuk meningkatkan investasinya di sektor pertanian. Ketiga adalah kegiatan yang sifatnya rekreatif, yaitu dengan tersedianya berbagai peragaan baik dalam bentuk pameran atau display, maupun kegiatan yang telah dikemas dalam bentuk program multimedia. Di samping itu, disiapkan pula area rekreasi di luar gedung PIA yang berisi koleksi berbagai tanaman, serta lahan yang disediakan untuk bertanam tanaman pangan seperti padi, jagung, dan kedelai.


Menteri Pertanian selanjutnya menekankan perlunya kesinambungan kerjasama dengan pemerintah daerah dalam pemanfaatan gedung PIA ini untuk memajukan program pembangunan pertanian.


(Sumber: Biro Hukmas Deptan).

Menteri Pertanian Menyerahkan Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa Tahun 2009 Kepada 9 Pemulia Tanaman Terbaik

Sumber Berita : Sekretariat Jenderal Deptan


Pada tanggal 2 Oktober 2009 bertempat di hotel Grand Hyatt Menteri Pertanian menyerahkan Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa (KILB) Tahun 2009 kepada 9 pemulia tanaman terbaik. Kesembilan pemulia tanaman terbaik Tahun 2009 yaitu Dr. Aan A. Daradjat, Pemulia Tanaman Padi dari Balai Basar Penelitian Tanaman Padi; Dr. Ir. Budi Marwoto, MS, APU, Pemulia Tanaman Hias dari Balai penelitian Tanaman Hias; Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS, Dosen dan Pemulia dari Institus Pertanian Bogor; Dr. Ir. H. Sudjindro, MS, Pemulia Tanaman Serat dari Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat; Ir. Nurul Hidayati, Pemulia Tanaman Sayuran dari PT. East West Seed Indonesia; Prof. (Emeritus) H. Achmad Baihaki, Ir.M.Sc.Ph.D., Guru Besar UNPAD dan Pemulia Tanaman Serealia; Dr. Abdul Razak Purba, Pemulia Kelapa Sawit dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS); Dr. Ir. Darman Moudar Arsyad, Pemulia Tanaman Seralia dari BB2TP, Badan Litbang Pertanian; MS, Ir. Asep Harpenas, Pemulia Tanaman Sayuran dari PT. East West Seed Indonesia. Para Pemulia boleh berbangga hati karena selain memperebutkan tropy, piagam penghargaan juga berhadiah uang tunai sebesar Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) untuk setiap penerima anugrah.

Program Pemberian anugerah KILB 2009 merupakan implementasi dari Instruksi Presiden pada sidang kabinet dan hasil keputusan Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (TIMNAS PPHKI) yaitu agar memberikan anugerah (award) kepada penghasil kekayaan intelektual pada tahun 2009 atas anggaran Depdiknas yang pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Kementrian Negara Ristek dan didukung oleh instansi anggota Timnas PPHKI, termasuk Departemen Pertanian.

Target pemberian anugerah KILB 2009 disediakan oleh Depdiknas sebanyak 50 calon penerima anugerah yang terdiri dari empat kategori. Pertama adalah Kategori Bidang Teknologi atau Penghasil Hak Paten, yang meliputi 13 sub bidang. Kedua adalah Kategori Bidang Varietas Tanaman atau Penghasil Hak PVT, yang mencakup 12 sub bidang . Yang Ketiga ialah Kategori Bidang Ilmu Pengetahuan atau Penghasil Hak Cipta yang terdiri atas 24 sub bidang, dan yang terakhir ialah Kategori Bidang Industri Kreatif yang meliputi 13 sub bidang.

Dari target 50 calon penerima anugerah KILB 2009 hanya dapat ditetapkan 21 pemenang yang memenuhi kriteria, seleksi dilakukan sangat panjang dan ketat karena kriteria yang ditetapkan sangat lengkap dan berat, penilaian dilakukan oleh Tim Penilai yang melibatkan unsur Pemerintah, Asosiasi, Pengusaha dan Akademisi yang ditetapkan oleh Mendiknas sesuai dengan kategori masing-masing anugerah.

Hasil akhir penilaian ditetapkan 21 calon penerima penghargaan yang terdiri dari Kategori Bidang Teknologi atau Penghasil Hak PATEN sebanyak 9 orang; Kategori Bidang Varietas Tanaman atau Penghasil Hak PVT sebanyak 9 orang; dan Kategori Bidang Ilmu Pengetahuan sebanyak 3 orang.

Pada kesempatan malam Anugerah KILB yang dibuka oleh Mendiknas sebagai penanggung jawab Program ini, selain penyerahan anugerah oleh Menteri Pertanian kepada 9 Pemulia Tanaman terbaik, juga diserahkan kepada 12 pemenang anugerah KILB Bidang Teknologi yang dilindungi dengan hak Paten dan Ilmu Pengetahuan yang mendapatkan perlindungan hak Cipta, oleh Menteri Hukum dan HAM, Mendiknas dan Menristek.

Khusus Bidang Varietas Tanaman event penganugerahan ini merupakan momentum yang sangat baik bagi pemerintah untuk memberikan penghargaan kepada para pemulia terbaik yang telah berjuang dan meneliti cukup lama dalam menghasilkan varietas unggul-varietas unggul handal, yang mempunyai andil cukup besar dalam pengembangan agribisnis dan swasembada pangan tahun 2008. Selain itu momentum ini juga diharapkan dapat memberikan semangat kepada generasi muda sehingga bergairah dalam melakukan penelitian khususnya untuk merakit varietas unggul baru.

Berikut adalah ke”luar biasa”an dari para penerima anugerah dibidang varietas tanaman :

  1. Dr. Aan Andang Daradjat dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, bersama timnya telah menghasilkan sejumlah varietas padi, 28 varietas diantaranya telah memperoleh sertifikat dari kantor PVT. Salah satu varietas terbaiknya adalah Ciherang, yang terkenal dan luas ditanam petani, sehingga mampu menggeser varietas IR64 yang telah mendominasi pertanaman padi di Indonesia selama 22 tahun. Pengggunaan varietas unggul Ciherang dan varietas-varietas lain yang setipe menjadikan Indonesia mampu berswasembada beras di tahun 2008.
  2. Dr. Ir. Budi Marwoto dari Balai Penelitian Tanaman Hias, berhasil menciptakan 19 varietas unggul krisan, 2 varietas di antaranya telah dilindungi hak PVT, 5 varietas lili, 4 varietas anyelir. Varietas krisan yang dihasilkan telah berkembang di seluruh sentra produksi di tanah air yang berdampak positif terhadap penumbuhan industri tanaman hias dan pengembangan ekspor.
  3. Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati MS., Dosen & Pemulia di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB. Bersama Timnya, Dr. Sriani telah menghasilkan pepaya unggul yang unik, dan terdaftar di Pusat PVT. Diantaranya, pepaya mini ’Arum Bogor’, pepaya jingga ’Prima Bogor’, dan pepaya penghasil papain ’Wulung Bogor’. Diseminasi benihnya telah dilakukan ke sentra produksi pepaya terutama di Jawa, Sumatra, dan Bali, serta Kalimantan. Varietas unggul lain yang dihasilkannya adalah Cabai hibrida IPB.
  4. Dr. Ir. H. Sudjindro MS, adalah pemulia kenaf dari Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Malang (BALITTAS), menghasilkan 11 varietas kenaf dan 1 diantaranya telah berhasil dilindungi Hak PVT yaitu varietas Karangploso 15. Varietas unggul ini sudah dikomersialisasikan melalui perjanjian lisensi dengan PT. Global Agrotek Nusantara. Dengan varietas unggul kenaf hasil rakitannya, Doktor lulusan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) ini banyak membantu petani kenaf di daerah Lamongan Jawa Timur serta daerah-daerah lain, serta menciptakan alternatif pemanfaatan bahan baku untuk kebutuhan industri hilir yang bernilai tinggi.
  5. Nurul Hidayati SP., ini adalah seorang breeder, sekaligus Crop Breeding Manager yang bekerja di PT. East West Seed Indonesia. Ia berhasil menciptakan 20 varietas tomat hibrida, 11 varietas terong hibrida dan 7 varietas sayuran daun. Sejak tahun 1990, Nurul yang merupakan lulusan dari Institut Pertanian Bogor memulai karirnya dan memelopori dalam kegiatan resistant breeding untuk bakteri layu (Ralstonia solanacearum) pada tomat hibrida, late blight (Phytophthora infestans) pada tomat, nematoda pada tomat, dan geminivirus pada tomat di Indonesia.
  6. Prof. Dr. Achmad Baihaki MSc., dikenal sebagai pendidik para pemulia generasi muda di Universitas Padjadjaran Bandung, dan pemulia kedelai yang telah berhasil menciptakan 2 (dua) varietas kedelai yang disesuaikan dengan lingkungannya. Baihaki yang juga pendiri Jurnal Imiah Zuriat dan Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia, dimasa senjanya masih mampu menghasilkan 5 (lima) varietas hibrida jagung yang direncanakan akan dilepas tahun 2009.
  7. Dr. A. Razak Purba dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, menghasilkan 4 varietas unggul yang saat ini penggunaan varietas-varietas baru tersebut sudah sangat meluas. Penekanan pada peningkatkan rendemen minyak (yang mencapai 27,5% pada skala komersial) merupakan aspek utama dirilisnya varietas-varietas ini, selain kecocokannya untuk dikembangkan pada daerah pertanaman di mana tenaga pemanen sangat sulit diperoleh.
  8. Dr. Ir. H. Darman M. Arsyad, MS seorang pemulia kedelai di Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, telah menghasilkan 20 varietas unggul kedelai, tujuh varietas diantaranya sebagai pemulia utama dan 13 varietas lainnya sebagai anggota tim pemulia. Varietas kedelai Wilis dan Tanggamus yang dikenal dan menyebar luas di Indonesia adalah hasil seleksi dan karya yang membanggakan bagi yang bersangkutan.
  9. Ir. Asep Harpenas, pemulia tanaman dari PT. East West Seed Indonesia, adalah salah satu dari sejumlah pemulia cabai yang telah mempopulerkan cabai hibrida di Indonesia. Ia telah menghasilkan 33 varietas cabai, paria, oyong dan kacang panjang, dua puluh varietas diantaranya telah terdaftar dan telah mendapatkan sertifikat Hak PVT. Dia adalah pelopor penggunaan galur mandul jantan (CMS) di Indonesia. Inovasi ini berpengaruh dalam sistem produksi benih sehingga menjadi lebih mudah dan ekonomis, yang pada gilirannya berdampak pada efisiensi usaha perbenihan. Varietas-varietas yang dihasilkan.

06 Juni 2009

Pameran Produk Pertanian dan Makanan - Agro And Food Expo 2009

Sumber Berita : Ditjen PPHP


Jakarta - Pada tanggal 4-7 Juni 2009 kembali dilaksanakan pameran produk pertanian dan makanan yang melibatkan para pelaku agribisnis dari seluruh Indonesia. Pameran produk agribisnis dan makanan Agro and Food Expo ke Sembilan kali ini digelar di Balai Sidang Jakarta Convention Center Jakarta. Pemeran sebagai wadah promosi bagi produk-produk unggulan usaha kecil dan menengah.

Promosi melalui pameran menjadi salah satu upaya memperkenalkan produk dalam negeri yang jumlahnya sangat banyak. Hal ini menjadi penting karena selama ini masih banyak produk dalam negeri khususnya produk agribisnis belum dikenal baik dalam masyarakat. Dengan pameran rutin seperti yang diselenggarakan saat ini tentunya produk-produk tersebut akan dikenal baik di dalam maupun luar negeri.

Seperti tahun-tahun sebelumnya kegiatan pameran Agro and food merupakan pameran terbesar produk dan teknologi pertanian, peterakan, perikanan, perkebunan, dan makanan di Indonesia. Secara umum produk-produk yang ditampilkan pada pameran kali ini sbb:

  • Komoditas pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan;
  • Produk makanan dan minuman olahan;
  • Jamu dan obat tradisional;
  • Tanaman hias;
  • Pupuk dan obat-obatan tanaman;
  • Obat-obatan dan pakan ternak;
  • Alat dan mesin pertanian;
  • Teknologi pengolahan makanan dan minuman;
  • Teknologi pengemasan;
  • Peluang investasi, perdagangan dan pengolahan;
  • Hasil-hasil penelitian dan pengembangan;
  • Testing&inspection services;
  • Jasa konsultasi;
  • Dll

Selain itu pada pameran kali ini juga menampilkan obyek-obyek wisata terlengkap dan tempat berlibur di Tanah Air dari Sabang sampai Merauke.

IP Padi 400 untuk Penuhi Kebutuhan Pangan

IP Padi 400
Memenuhi kebutuhan pangan yang terus tumbuh selaras dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,36% per tahun, bukanlah pekerjaan mudah. Berkaitan dengan hal tersebut Badan Litbang Pertanian memperkenalkan program Indeks Pertanaman (IP) Padi 400 dengan menggunakan dua strategi yaitu rekayasa sosial dan rekayasa teknologi.

Tekanan sistem produksi padi semakin lama semakin berat dan komplek sehingga memerlukan terobosan spektakuler non konvensional untuk mempertahankan kapasitas sistem produksi padi nasional sampai dengan tahun 2020. Konsep IP Padi 400 ditujukan untuk optimalisasi ruang dan waktu, sehingga indeks pertanaman dapat dimaksimalkan. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mengintegrasikan dan mensinergikan antara bioteknologi dan hibridisasi konvensional yang didukung oleh sistem perbenihan yang handal. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan benih padi ultra genjah (<>

Dua strategi yang perlu diterapkan pada IP Padi 400 adalah pertama rekayasa sosial. dan rekayasa teknologi. Rekayasa sosial perlu ditangani lebih awal, mengantisipasi perilaku para petani yang belum terbiasa melaksanakan IP Padi 400. Perlu berbagai upaya rekayasa sosial yaitu (a) advokasi (b) pengorganisasian komunitas petani (c) pengembangan jaringan untuk menjalin kerjasama (d) pengembangan kapasitas dengan meningkatkan kemampuan masyarakat dan (e) pengembangkan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi).

Strategi kedua, yaitu Rekayasa Teknologi dengan menggunakan varietas unggul yang berumur sangat genjah (90-104 hari), berproduksi tinggi, teknologi hemat air, tanam benih langsung, persemaian culikan, serta pengembangan sistem monitoring dini (sebelum tanam, saat persemaian, saat ada padi dipertanaman dan sesudah panen).

Program IP Padi 400 dicapai melalui empat tahap yaitu : (1) Tahap Rancang Bangun dan Penelitian (2008-2014) yang bertumpu pada perakitan padi umur ultra genjah (varietas padi umur kurang dari 90 hari); (2) Tahap Uji Lapang dan Sosialisasi (2009-2010); (3) Tahap Pengembangan (2011- dst) yang akan diterapkan pada lahan sawah seluas 1,5 juta ha; dan (4) Tahap Evaluasi dan Pemantapan (2010-dst).

Saat ini IP Padi 400 telah memasuki tahap uji coba yang dilaksanakan mulai Musim Hujan II 2009 (Januari/Februari 2009) sebagai musim tanam II (MT II) yang dilaksanakn di beberapa Kebun Percobaan yang berlokasi di Pusakanegara (Sukamandi), Muara (Bogor), Maros (Sulsel), Kendalpayak (Malang) dan Pasarmiring (Sumut).

Lampiran

29 Mei 2009

Deplu dan Deptan Selenggarakan Program Magang untuk Membantu Peningkatan Produksi Beras bagi Petani Asia dan Afrika

Departemen Luar Negeri Indonesia bekerjasama dengan Departemen Pertanian (Badan Pengembangan SDM Pertanian dan Biro Kerjasama Luar Negeri) menyelenggarakan program apprenticeship program for Asian and African Farmers in Indonesia pada tanggal 22 April – 20 Juni 2009 dengan lokasi pemagangan di Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi, Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan (P4S) Cara Tani, Kuningan dan Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang, Jawa Barat. Kegiatan pemagangan akan diikuti oleh 12 (dua belas) orang petani dengan rincian ; 6 (enam) orang petani dari Senegal, 1 (satu) orang petani dari Madagaskar, 2 (dua) orang petani dari Kamboja, dan 3 (tiga) orang petani dari Myanmar.




Program magang dibuka pada tanggal 22 April 2009 di Deptan. Dalam kata sambutannya Kepala Pusat Pengembangan Pelatihan Pertanian, Deptan Heri Sulyanto, menyatakan bahwa pihaknya menyambut baik program magang bagi petani Asia dan Afrika untuk mempelajari sistem pertanian dan praktek penerapan teknologi usaha tani dari petani Indonesia, dalam peningkatan produktifitas pertanian pada umumnya dan pada khususnya dinegara asal masing-masing. Selanjutnya beliau menyampaikan bahwa Indonesia telah berpengalaman dalam melaksanakan kegiatan ini dengan negara-negara di kawasan tersebut. Program ini diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi para petani Asia dan Afrika untuk belajar dan menimba pengalaman secara langsung dari para petani Indonesia.



Selanjutnya Kepala Biro Kerjasama Luar Negeri, Deptan Farid Hasan Bahtir menyampaikan bahwa selain memberikan program pemagangan bagi petani, Pemerintah Indonesia juga telah memberikan bantuan peralatan pertanian berupa traktor tangan dan mesin pompa serta tenaga ahli pertanian kepada Gambia,Tanzania, Sudan Fiji, Vanuatu, Samoa, Tonga, Timor Leste, Madagaskar, Papua New Guinea, Myanmar dan Kamboja. Melalui program ini diharapkan terjadi pertukaran pengetahuan dan pengalaman diantara peserta. Selain itu program ini memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mempromosikan peralatan pertanian, benih, tenaga ahli Indonesia dan pemanfaatan pengetahuan tentang mekanisasi dan teknologi pertanian.



Sementara itu dalam sambutan yang menandai dibukanya program tersebut secara resmi, Direktur Kerjasama Teknik, Esti Andayani, menyatakan bahwa program magang bagi petani Asia dan Afrika merupakan salah satu bentuk komitmen Indonesia untuk turut membantu pembangunan sesama negara berkembang dalam kerangka kerjasama selatan-selatan. Sebagai negara yang juga menjadi penerima bantuan kerjasama teknik, Indonesia telah mampu meningkatkan kapasitas di berbagai bidang yang dibutuhkan oleh negara-negara di wilayah selatan-selatan, sehingga sangatlah wajar apabila Indonesia juga mulai memberikan berbagai bantuan teknik guna mendukung perkembangan pembangunan di negara-negara tersebut.



Direktur Kerjasama Teknik menambahkan bahwa kegiatan ini mampu meningkatkan people to people contact dengan memberikan kesempatan bagi para petani Indonesia maupun petani Asia dan Afrika untuk saling mempelajari kehidupan sosial dan budaya sehingga dapat membuka jejaring mereka di kalangan pertanian untuk terbinanya hubungan langsung yang lebih erat.



Kegiatan Apprenticeship Program for Asian and African Farmers in Indonesia ini dilaksanakan sebagai realisasi surat Presiden Senegal kepada Presiden RI, tertanggal 9 Juni 2008 mengenai permintaan Senegal kepada Pemerintah RI agar memberikan bantuan keuangan dalam rangka menanggulangi dampak kenaikan harga BBM dan harga pangan internasional di negara tersebut. Pemerintah RI tidak dapat memenuhi permintaan bantuan finansial tersebut karena kondisi perekonomian dalam negeri yang masih membutuhkan perhatian. Sebagai pengganti, Pemerintah RI menawarkan bantuan capacity building berupa pelatihan atau pengiriman tenaga ahli untuk membantu meningkatkan kapasitas SDM Senegal, khususnya di bidang pertanian. Selain itu, pemagangan bagi petani Madagaskar, Kamboja dan Myanmar merupakan realiasi komitmen Pemerintah Indonesia untuk membantu sesama negara berkembang dalam kerangka kerjasama selatan-selatan dalam upaya peningkatan produksi pangan terutama padi, sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Pertanian RI pada KTT Pangan di Roma bulan Juni 2008.



Program Magang yang akan berlangsung selama dua bulan ini mengunakan metode pelatihan learning by doing. Metode ini terbukti lebih efektif dan menarik karena dapat memberikan alih pengalaman dan teknologi sederhana yang dimiliki oleh petani Indonesia. Para peserta pemagangan petani tersebut akan tinggal di Indonesia bersama dengan seorang petani Indonesia yang sukses untuk lebih jauh lagi mempelajari teknik dan pengetahuan pengembangan pertanian.



Diharapkan di masa yang akan datang program serupa dapat terus dilaksanakan dengan negara-negara sahabat di lain kawasan.



(Sumber: Biro KLN Deptan, Dit. Kerjasama Teknik, Deplu)

Pertemuan Consultative Committee on Agriculture (CCA) ke-3 Indonesia - Brazil


Mataram - Telah berlangsung Pertemuan CCA Indonesia – Brazil tanggal 4-5 Mei 2009 di Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), yang merupakan pertemuan untuk membicarakan kerjasama bidang pertanian. Delegasi Indonesia untuk Pertemuan CCA ke-3 ini dipimpin oleh Staf Ahli Menteri Pertanian bidang Hubungan Antar Lembaga dan Kerjasama Internasional, Yusni Emilia Harahap dan Delegasi Brazil dipimpin oleh Senior Advisor, Secretariat For International Relations in Agribusiness Ministry of Agriculture, Livestock and Food Brazil, Mr. Lino Colsera, Delegasi Indonesia pada pertemuan ini juga diperkuat oleh Duta Besar RI untuk Brazilia Bapak Bali Moniaga.

Agenda yang dibahas dalam Pertemuan CCA ke-3 ini antara lain adalah kerjasama bidang kedelai, peternakan, pertukaran germ plasm kelapa sawit, buah tropis dan kemungkinan membentuk Laboratorium External untuk wilayah Asia. Untuk bidang kedelai Brazil merupakan negara penghasil kedelai non GMO nomor satu di dunia dan mempunyai varietas kedelai yang tahan masam serta varietas unggul lainnya sehingga Indonesia tertarik untuk bekerjasama dibidang kedelai antara lain untuk introduksi kedelai pada aspek plasma nutfah dan galur harapan (promising lines) disamping peningkatan kapasitas peneliti. Dibidang peternakan Brazil juga cukup bagus untuk kualitas pakan ternak dan sistem recording ternak sehingga Indonesia tertarik untuk bekerjasama dibidang ini.

Dipihak lain Brazil menginginkan untuk bekerjasama dibidang jatropa dan teknologi kelapa sawit disamping keinginannya juga untuk dapat mengekspor daging dan buah tropis ke Indonesia.
Pertemuan CCA ke-3 menghasilkan beberapa kesepakatan sebagai berikut :

  1. Kerjasama difokuskan pada komoditas kedelai, kelapa sawit, peternakan, buah, dan bioenergi.
  2. Disepakati bahwa sambil menyelesaikan MOU antara EMBRAPA dan Departemen Pertanian untuk area kerjasama tersebut, dokumen usulan proyek atau Technical Cooperation Projects (TCPs) dapat segera dipersiapkan oleh masing-masing instansi terkait.
  3. Brazil menginginkan penjelasan mengenai regulasi perkarantinaan berkaitan dengan keinginan Brazil untuk mengekspor produk pertanian ke Indonesia.

Melengkapi acara pertemuan CCA ke-3 dan dalam rangka mempromosikan potensi khususnya pertanian Propinsi NTB pada hari kedua berlangsung tinjauan lapangan diantaranya ke daerah pengembangan kedelai, jatropa, manggis, peternakan sapi Bali danpusat kerajinan di Lombok Tengah dan Barat.

Gubernur Propinsi NTB berkenan menjamu makan malam seluruh delegasi CCA ke-3 yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Propinsi NTB.

Melalui CCA Indonesia – Brazil diperoleh perkembangan dan langkah tindak lanjut kerjasama bilateral kedua negara dibidang pertanian disamping itu terjalin dan terbuka pula jejaringan yang lebih luas khususnya dengan Propinsi NTB baik sektor pertanian, perdagangan maupun pariwisata.

Pertemuan Tingkat Pejabat Senior Kerjasama Pertanian Indonesia - Malaysia



Mataram - Pertemuan SOM ke-1 Bilateral Cooperation on Agriculture Indonesia - Malaysia telah berlangsung pada tanggal 7 – 8 Mei 2009 di Mataram, NTB. Propinsi NTB dipilih mengingat potensi wilahnya terutama komoditi komoditi padi dan ternak sapi yang merupakan area prioritas kerjasama dengan Malaysia serta untuk mempromosikan wisata dan budaya Propinsi NTB ke mancanegara. Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari penandatanganan MOU bidang pertanian antara RI dan Malaysia oleh kedua Menteri Pertanian tanggal 26 Februari 2009.

Delegasi Indonesia untuk Pertemuan SOM ke-1 ini dipimpin oleh Bapak Syukur Iwantoro, Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Pemberdayaan Masyarakat Pertanian dan Delegasi Malaysia dipimpin oleh Dato’ Mohd Mokhtar B. Ismail, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian dan Industeri Asas Tani Malaysia.


Agenda yang dibahas pada SOM ke-1 ini antara lain pembentukan Technical Working Group on Food Crops and Horticulture and Technical Working Group and Livestock. Pertemuan juga membahas beberapa proposal dari kedua negara yang akan didiskusikan lebih lanjut pada pertemuan Technical Working Groups.

Pertemuan tersebut akan dilaksanakan sebelum pelaksanaan Senior Officials Meeting (SOM) ke-2 dan Joint Committe Meeting (JCM) ke-1 pada bulan Agustus 2009 di Indonesia.


Disamping itu membahas pula perkembangan perkarantinaan serta keinginan Malaysia untuk memenuhi 30% kebutuhan berasnya dengan mengimpor dari Indonesia. Pihak Indonesia menyatakan bahwa ekspor beras baru dapat ditentukan setelah bulan Juli 2009.

Pada hari kedua dilaksanakan pula Prime Mover Meeting on Animal Feed ke-1 dimana pada D-8 Ministers’ Meeting on Food Security, Indonesia dan Malaysia ditunjuk sebagai penggerak utamanya. Dilanjutkan dengan kunjungan lapang ke objek pertanian dan pariwisata yaitu meninjau tanaman padi, hortikultura, peternakan sapi bali dan sentra mutiara di Lombok Tengah dan Barat. Kedua pihak menyampaikan penghargaan atas suksesnya pelaksanaan pertemuan.

Hasil Pertemuan Menteri Pertanian RI dengan Menteri Muda Pertanian AS

Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, dalam kunjungan kerjanya di AS, pada tanggal 26 Mei 2009 Menteri Pertanian RI, Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS dengan didampingi Duta Besar R.I di AS telah mengadakan pertemuan dengan Menteri Muda Pertanian Amerika Serikat, Dr. Kathleen Merrigan di Washington DC.


Dalam pertemuan tersebut Menteri Pertanian RI menyampaikan keprihatinan Indonesia terhadap kecenderungan adanya penolakan terhadap Crude Palm Oil (CPO) dari Indonesia di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Hal ini dikaitkan dengan isu lingkungan hidup yang kurang didukung dengan data dan infomasi yang berimbang dan benar. Untuk itu Menteri Pertanian RI mengharapkan agar pemerintah Amerika Serikat dapat lebih memahami bahwa kelapa sawit merupakan komoditas strategis yang memberikan banyak manfaat (multiplier efek), disamping itu pemerintah Indonesia juga sangat peduli terhadap prinsip-prinsip pembangunan perkebunan kelapa sawit yang ramah lingkungan dan lestari.

Selain itu juga dibahas mengenai upaya peningkatan kerjasama penelitian, terutama terkait dengan masalah perubahan iklim, misalnya kemampuan penelitian dalam memprediksi dan mendata terjadinya perubahan iklim. Kedua Menteri sependapat tentang pentingnya kerjasama di bidang perubahan iklim tersebut.


Pihak Pemerintah Amerika Serikat juga menaruh perhatian terhadap kekhawatiran Indonesia berkaitan dengan rencana pelarangan aroma (cengkeh) pada rokok kretek. Hal ini akan dicoba untuk disampaikan kepada pihak yang menangani masalah tersebut di Amerika Serikat (Sumber: Biro KLN Deptan).

Kunjungan Kerja Menteri Pertanian di Amerika Serikat



Mengawali kunjungan kerjanya di Amerika Serikat, Senin tanggal 25 Mei 2009,pukul 19.00-21.00 waktu setempat, Menteri Pertanian RI Dr. Ir. Anton Apriyantono, M.S. telah mengadakan pertemuan dengan masyarakat Indonesia di Amerika Serikat, khususnya yang bermukim di Washington. DC. Pada pertemuan tersebut Menteri Pertanian memberikan kata sambutan dan berdialog langsung dengan masyarakat Indonesia.

Pada hari berikutnya, Selasa 26 Mei 2009, Menteri Pertanian R.I. telah membuka dan sekaligus sebagai Keynote Speech pada “Seminar Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Indonesia” yang dilaksanakan di Westin Hotel, Washington DC. Seminar ini bertujuan untuk mempromosikan Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Indonesia, yang dihadiri oleh perwakilan pemerintah AS, importir CPO, industri biodiesel dan kalangan NGO di Amerika Serikat. Sebagaimana kita ketahui bersama Amerika Serikat merupakan salah satu pasar potensial bagi CPO Indonesia, dimana pada tahun 2008, total eksport CPO dan produk turunannya ke Amerika Serikat mencapai 300.000 ton.


Menteri Pertanian juga melakukan kunjungan ke International Research Program, yang dilanjutkan pertemuan dengan Deputy Secretary of Agriculture, Dr. Kathleen Merrigan, dan pertemuan dengan US Chamber of Commerce (semacam KADIN-nya AS). Pada kesempatan berikutnya Menteri Pertanian juga melakukan wawancara dengan VOA. Menutup rangkaian kegiatan dalam kunjungan kerjanya di Amerika Serikat, Mentan berkenan menerima perwakilan dan anggota World Cacao Foundation [Sumber: Biro KLN Deptan].

14 April 2009

Sosialisasi Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional



gernas0905.jpgMAKASSAR-Mulai tahun 2009 pemerintah akan melaksanakan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional di 9 provinsi dan di 40 kabupaten. Gerakan yang dilaksanakan sampai tahun 2011 ini bertujuan untuk mempercepat peningkatan produktivitas dan mutu kakao nasional dengan memberdayakan/melibatkan secara optimal seluruh potensi pemangku kepentingan (stakeholder) perkakoan nasional.

gernas0902.jpgIndonesia adalah negara produsen kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading, dengan luas areal 1.563.423 ha dan produksi 795.581 ton. Sungguhpun Indonesia dikenal sebagai negara produsen kakao terbesar di dunia, tapi produktivitas dan mutunya masih sangat rendah. Rata-rata produktivitasnya hanya 660 kg/ha, sedangkan Pantai Gading produktivitasnya sudah mencapai 1,5 ton/ha. Sehingga hal ini menyebabkan citra kakao Indonesia dinilai kurang baik di pasaran internasional. Rendahnya citra dan mutu kakao Indonesia tidak saja menimbulkan kerugian yang cukup besar di pasaran dunia terutama Amerika Serikat, tapi juga berdampak terhadap pendapatan petani dan produsen kakao. Potensi kerugian harga biji kakao Indonesia ke Amerika Serikat akibat mutu rendah sekitar US$ 301,5/ton. Jika ekspor biji kakao Indonesia ke Amerika rata-rata 130.000 ton/tahun, maka terdapat potensi kehilangan devisa sebesar US$ 39.195 juta/th atau setara dengan Rp 360,6 milyar/th.

gernas0903.jpgSementara itu, kerugian yang diakibatkan oleh rendahnya tingkat produktivitas sekitar Rp 3,96 triliyun/th. Tingkat produktivitas saat ini 660 kg/ha atau turun sekitar 40% dari produktivitas yang pernah dicapai yaitu sebesar 1.100 kg/ha/th. Hal ini berarti ada kehilangan hasil sebesar 198.000 ton/th atau setara dengan Rp 3,96 triliyun. Penyebab utama rendahnya produktivitas dan mutu adalah karena serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK) dan penyakit Vascular Streak Dieback (VSD). Pemerintah sebenarnya sudah berupaya pengendalikan PBK dan VSD, namun karena pelaksanaannya masih bersifat parsial, maka hasilnya belum optimal. Hama PBK dan VSD masih terus berkembang di sentra-sentra produksi kakao.

gernas0904.jpgAtas dasar itu, pemerintah mulai tahun 2009 sampai dengan 2011 akan melancarkan Gerkan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional. Pemerintah pusat, dalam hal ini Dep. Pertanian sangat serius melaksanakan gerakan ini. Kesungguhan pemerintah pusat untuk melaksanakan gerakan ini terlihat dari persiapan-persiapan dan anggaran yang disediakan. Pemerintah pusat dalam hal ini Ditjen Perkebunan bulan Desember tahun lalu telah selesai menyiapkan berbagai pedoman dan peraturan –peraturan tentang pelaksanaan gerakan. Pemerintah pusat tahun 2009 juga sudah mengalokasikan anggaran APBN senilai Rp 1 triliun. Demikian dijelaskan Dirjen Perkebunan Achmad Mangga Barani pada acara Sosialisasi Gerakan Peningkatan Produksi dan Whokshop kakao di Hotel Singgasana Makassar-Susel (9 /1). Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Gubernur Sulawesi Selatan, Komisi IV DPR RI, Sekmentan, Kepala Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan, Puslitkoka Jember dan stake holder kakao Sesulawesi Selatan.

Oleh sebab itu, untuk mensukseskan Gerakan ini agar mencapai sasaran, Dirjen Perkebunan mengharapkan dukungan dan kesungguhan Pemerintah Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten lokasi gerakan agar serius merealisasikan mempersiapkan dan merealisasikan anggaran APBDnya..

Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasim Limpo, pada acara tersebut menyatakan akan berupaya menganggarkan dana pendamping Rp. 135 miliar yang dibutuhkan pada 2009. Pendapatan devisa Sulsel terbesar bersumber dari nikel dan kakao. Total kebutuhan anggaran rehabilitas kakao Sulsel mencapai Rp. 960 miliar dan tahun ini menerima bantuan Rp. 310 miliar dari pemerintah melalui Ditjen Perkebunan, rehabilitas kakao di Sulawesi pada tahun 2009 ditargetkan seluas 20.900 ha, peremajaan 4.300 ha, intensifikasi 23.700 ha di 10 kabupaten se Sulsel, ‘tegas Gubernur.

Dirjen perkebunan mengatakan program Gerakan Peningkatan produksi dan mutu kakao selama 3 tahun (2009-2013) debngan total pembiayaan Rp. 13,7 triliun secara rinci seperti tabel berikut ini :

Tabel rekapitulasi pembiayaan gerakan selama 3 tahun (2009-2011) antara lain :

No.

Sumber Pembiayaan

Nilai

1.

Pemerintah Pusat (APBN)

Rp. 2.521.634,7 juta

2.

Pemerintah Provinsi (APBD I)

Rp. 257.594,5 juta

3.

Pemerintah Kabupaten/Kota (APBD II)

Rp. 786.482,2 juta

4.

Perbankan (Revitalisasi Perkebunan)

Rp. 6.716.289,3 juta

5.

Swasta (sosialisasi standar mutu)

Rp. 2.500 juta

6.

Petani (tenaga kerja)

Rp. 3.464.989,8 juta

Total pembiayaan

Rp. 13.749.490,5 juta

Dirjen mengharapkan dengan Gerakan tersebut akan diperoleh manfaat sebagai berikut :

1. Meningkatkan produktivitas kakao di lokasi gerakan dari rata-rata 650kg/ha/tahun pada tahun 2009 menjadi 1.500 kg/ha/tahun;

2. Meningkatkan produksi kakao di lokasi gerakan dari 297 ribu ton/tahun menjadi 675 ribu ton/tahun;

3. Meningkatkan pendapatan petani di lokasi gerakan dari Rp.22.600/ha/tahun pada tahun 2009 termasuk penghasilan dari jagung menjadi Rp. 30.000/ha/tahun pada tahun 2013;

4. Meningkatkan penerimaan devisa di lokasi gerakan dari US$ 494 juta pada tahun 2009 menjadi US$1.485 juta pada tahun 2013;

5. Meningkatkan mutu kakao sesuai SNI sebanyak 675 ribu ton/tahun pada tahun 2013;

6. Terpenuhinya kebutuhan bahan baku industry dalam negeri.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com