22 September 2008

PENGEMBANGAN JERUK KEPROK NASIONAL

ImageSejak beberapa tahun silam permintaan akan jeruk madarin (keprok) terus meningkat, yang ditandai dengan masih tingginya angka impor jeruk keprok yaitu sebesar 68.535 ton pada tahun 2006, sebagian besar berasal dari China disamping Pakistan. Tingginya permintaan lebih dikarenakan penampilan dan cita rasa jeruk keprok yang lebih disukai dari pada jeruk siam. Di sisi lain ketersediaan jeruk keprok Indonesia masih sangat sedikit menyebabkan pemenuhan kebutuhan jeruk keprok berasal dari impor.

Indonesia memiliki beragam jenis jeruk keprok berkualitas baik dan berpotensi mengisi permintaan dalam negeri. Jenis jeruk keprok tersebut diantaranya adalah; jeruk keprok SoE (NTT), Batu 55, Pulung dan Madura (Jawa Timur), Garut (Jawa Barat), Tejakula (Bali), Siompu (Sulawesi Tenggara) dan Kelila (Papua). Selain itu terdapat pula beberapa varietas yang baru dikembangkan yaitu keprok Madu Terigas (Kalimantan Barat), Jeruk Kacang (Sumatera Barat) dan Borneo Prima (Kalimantan Timur).

Program pengembangan jeruk keprok nasional dimaksudkan untuk substitusi impor dan memberi nilai tambah ekonomi bagi petani sehingga dapat lebih menggerakkan roda perekonomian daerah sentra. Pengembangan jeruk keprok nasional dilakukan secara komprehensif yang membutuhkan dukungan instansi terkait di tingkat pusat dan daerah dalam bentuk penyediaan sarana perbenihan, pendampingan penerapan GAP/SOP, pengembangan SDM petani dan petugas, dukungan kelembagaan tani (asosiasi) serta pembangunan infrastruktur pengairan dan jalan usaha tani.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan jeruk keprok nasional antara lain adalah :

  1. Luas pertanaman jeruk keprok masih sedikit dari pada pertanaman jeruk siam, sehingga membutuhkan upaya percepatan perluasan areal.
  2. Alokasi dana perluasan areal dari Ditjen PLA belum sinkronisasi sepenuhnya untuk pengembangan jeruk keprok.
  3. Ketersediaan benih/bibit jeruk keprok belum mencukupi.
  4. Infrastruktur perbenihan (Pohon induk, Blok Fondasi dan BPMT) belum sepenuhnya memadai dan baru sebagian kecil daerah yang memiliki fasilitas tersebut untuk pengembangan jeruk keprok.
  5. Infrastruktur pengairan, jalan usahatani dan sarana belum tersedia dengan baik.

Solusi yang sudah dan akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut antara lain adalah :

  1. Koordinasi yang lebih intensif antara Direktorat Budidaya Tanaman Buah dengan Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi Hortikultura, Direktorat Perluasan Areal, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura (Balai Penelitian Jeruk dan Tanaman Subtropika) dan Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten untuk memfokuskan alokasi dana pada pengembangan sentra-sentra jeruk keprok.
  2. Kegiatan pengembangan jeruk yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air perlu memfokuskan programnya kepada sentra produksi jeruk keprok yang telah mapan ditinjau dari aspek perbenihan, teknologi dan kelembagaan taninya seperti Kabupaten Garut atau untuk perluasan areal diarahkan pada lokasi-lokasi yang telah memiliki sistem perbenihan yang baik, seperti Kota Batu, Kabupaten Malang, TTS, Pnprogo, Sambas, Sanggau, Ketapang, Buleleng, Pasir, Berau, Bulungan dan Nunukan.
  3. Sentra-sentra jeruk keprok potensial seperti di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur perlu mendapat perhatian khusus karena berpotensi untuk mendatangkan devisa bagi negara melalui ekspor, disamping minat dan respon pemerintah daerah yang baik terhadap pengembangan jeruk keprok, seperti Aceh Tengah, Bener Meriah, Pelalawan, Kerinci, OKU, OKU Timur, Bengkulu Utara, Bangka Tengah, Bangka Selatan, Sukabumi, Cilacap, Wonosobo, Magelang, Karanganyar, Semarang, Nganjuk, Pamekasan, Bangli, Selayar, Bulukumba, Bantaeng, Buton, Konawe, Gorontalo, Jayawijaya dan Paniai.
  4. Memberi motivasi ke daerah-daerah sentra keprok melalui roadshow dalam rangka membangun komitmen.
  5. Penerapan GAP/SOP dan SL-PHT lebih diintensifkan dalam bentuk pelatihan maupun pendampingan, karena merupakan upaya terbaik untuk mencegah munculnya serangan OPT dan penyakit tanaman jeruk seperti Diplodia, Phytoptora dan CVPD/Huang Lung Bin, serta mampu menekan biaya usaha tani sehingga memberikan keuntungan yang baik.
  6. Pembangunan dan pembenahan infrastruktur perbenihan mulai identifikasi pohon induk tunggal, Blok Fondasi, Blok Penggandaan Mata Tempel hingga penguatan dan pengembangan penangkar benih dengan melibatkan instansi terkait seperti Direktorat Perbenihan dan Sarana Porduksi Hortikultura, Balitjestro dan BPSB.
  7. Sentra-sentra produksi jeruk yang berminat mengganti jeruk siam dengan jeruk keprok dapat melakukan dengan metode top working melalui penggantian/pengalihan secara bertahap pada cabang utama jeruk siemnya, sehingga petani di daerah sentra tersebut masih dapat memperoleh pendapatan dari jeruk siemnya sementara cabang jeruk keproknya belum berproduksi. Kegiatan ini dilaksanakan dengan pendampingan dari Direktorat Perbenihan Hortikultura atau Balit Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika.
  8. Penyediaan infrastruktur kebun seperti jalan usaha tani dan sarana irigasi untuk memudahkan aktivitas kebun dan menjamin suplai air.

Institusi terkait dalam pengembangan jeruk keprok nasional adalah : Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi Hortikultura, Direktorat Perlindungan Hortikultura, Direktorat Jenderal Hortikultura, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, Direktorat Perluasaan Areal, Direktorat Pengelolaan Lahan, Direktorat Perluasaan Air, Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Direktorat Mutu dan Standardisasi, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, serta Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Sub Tropika.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com