07 Oktober 2008

WASPADA SERANGAN KUTU PUTIH PADA TANAMAN PEPAYA


Cetak E-mail


Image Pepaya merupakan salah satu komoditas buah yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Produksi pepaya selama lima tahun terakhir termasuk dalam kelompok lima besar produksi buah-buahan dan buah ini tersedia sepanjang tahun. Secara agroklimat, tidak memerlukan kondisi yang spesifik sehingga komoditas ini dapat berkembang hampir di seluruh wilayah Indonesia. Budidaya yang dilakukan oleh sebagian besar petani hanya dengan memanfaatkan areal sekitar pekarangan, dalam perkembangan akhir-akhir ini komoditas papaya mempunyai peluang untuk di budidayakan secara komersial.

Dewasa ini pada beberapa daerah ditemui adanya serangan OPT yang mengakibatkan adanya potensi kerugian ekonomis yang dialami petani. Hal ini terjadi disebabkan adanya serangan OPT kutu putih (Paracoccus marginatus William and Granara de Willink, Hemiptera: Pseudococcidae) yang menyerang tanaman pepaya dengan wilayah penyebaran di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Kota Depok Propinsi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten.

Berdasarkan laporan dari petani dan petugas pengamat hama bahwa telah terjadi serangan hama kutu putih (Paracoccus marginatus William and Granara de Willink, Hemiptera: Pseudococcidae) pada tanaman pepaya dan beberapa jenis tanaman lain di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Kota Depok, hal ini telah ditindaklanjuti dengan melakukan survei deteksi yang dilaksanakan tanggal 22 – 24 Agustus 2008.

Sebaran kutu putih telah terdeteksi di Kabupten Bogor (Kecamatan Gunung Putri, Sukaraja, Cigombong, Dramaga, Rancabungur, Cijeruk, Ciburui, Cibinong, dan Bojonggede), Kabupaten Sukabumi (Kecamatan Cicurug dan Cidahu), dan Depok (Kecamatan Beji dan Pancoran Mas) Propinsi Jawa Barat.

Selain di wilayah Propinsi Jawa Barat, kutu putih pepaya tersebut juga telah ditemukan di wilayah DKI Jakarta yaitu di Jakarta Selatan (Kecamatan Jagakarsa, Cilandak, Pasar Minggu dan Senayan) dan Propinsi Banten yaitu di Kabupaten Banten (Kecamatan Ciputat). Berdasarkan informasi yang dikumpulkan di lapangan, nampaknya kutu sudah ditemukan sejak musim kemarau tahun lalu.

Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan, diduga kuat inang utama kutu tersebut terdapat pada tanaman pepaya mengingat pada tanaman tersebut populasi kutu ditemukan dalam jumlah paling tinggi dan dampak serangan yang parah. Berbagai varietas pepaya (lokal maupun introduksi, seperti Bangkok, Binong, California, Paris, Atania, pepaya bunga terserang oleh kutu putih. Namun demikian selain tanaman pepaya, kutu ini juga ditemukan pada tanaman alpukat, terong, tomat, kamboja, aglaonema, palm putri, kembang sepatu, puring, zodia, serta tanaman bukan komoditas hortikultura yaitu singkong dan jarak.

Penyebaran kutu dapat disebabkan oleh angin, terbawa bibit, terbawa orang, maupun terbawa serangga lain dan terbawa burung. Keberadaan kutu yang cukup tinggi dan bersifat polifag mempunyai potensi menyebar yang sangat cepat. Disamping itu, dari sifat biologisnya yang merusak tanaman dengan cara menghisap cairan tanaman serta mengeluarkan racun, mengakibatkan terjadinya khlorosis, kerdil, malformasi daun, daun muda dan buah rontok, banyak menghasilkan eksudat berupa embun madu sampai menimbulkan kematian tanaman. Dengan demikian kutu putih ini memiliki potensi dapat merugikan ekonomis yang cukup tinggi.

Upaya pengendalian yang telah dilakukan Ditjen Hortikultura antara lain adalah :

  1. Mengingat penyebaran populasi yang cukup luas dan pada berbagai jenis tanaman dengan populasi tanaman yang cukup tinggi, Ditjen Hortikultura bersama Dinas Pertanian dan Kehutanan dan BBOPT Jatisari mengkoordinasikan pengendalian dengan penggunaan pestisida maupun pemusnahan. Hal ini ditujukan agar secara cepat terjadi penurunan populasi kutu di lapangan.
  2. Alternatif pertama yang perlu ditempuh untuk penanganan kutu putih sebagai OPT baru di Indonesia adalah dengan eradikasi populasi sesuai standar ISPM-9 untuk mencegah penyebaran dan menetapnya OPT tersebut di wilayah Indonesia. Beberapa tahapan proses ini secara prinsip – prinsip telah dilakukan, antara lain tahapan evaluasi tentang laporan keberadaan OPT, pengumpulan informasi termasuk informasi langsung untuk merancang eradikasi, indentifikasi OPT, estimasi keberadaan dan potensi distribusi dan lain – lain. Eradikasi OPT sesuai ISPM-9 tentu saja memerlukan perencanaan yang sangat baik, koordinasi beragai instansi, organisasi pelaksana dengan pelaksanaan yang baik, pembiayaan yang memadai dan waktu yang relatif lama. Hasil yang diharapkan adalah terbebasnya status keberadaan P.marginatus di Indonesia setelah dilakukan verifikasi dan deklarasi sesuai standar ISPM oleh NPPO.
  3. Alternatif kedua yang perlu ditempuh adalah dengan “mengakomodasikan” keberadaan P.marginatus di Indonesia dengan berbagai konsekuensinya. Apabila hal ini dilakukan, langkah – langkah yang perlu dilakukan adalah; pengendalian untuk menurunkan populasi dengan segera, kajian ekobiologi kutu putih, kajian potensi dan pengembangan musuh alami lokal, kajian cara – cara pengendalian yang efektif, penyebarluasan informasi dan kewaspadaan terhadap petugas dan petani, survei deteksi penyebaran di daerah – daerah sentra produksi (pepaya) dan lain – lain. Apabila memungkinkan, penetapan kawasan karantina bagi P. marginatus (walaupun hal ini kemungkinan sulit dilakukan, mengingat penyebaran ke daerah lain yang sangat mudah melalui berbagai sarana), serta introduksi musuh alami dari negeri asalnya.

    Institusi terkait dalam rangka penanganan serangan kutu putih pada tanaman papaya dan tanaman lain adalah : Badan Litbang Departemen Pertanian, BBOPT Jatisari, Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat dan NPPO

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com